A. PROFIL DAN RIWAYAT HIDUP
Emile Durkheim lahir di Epinal propinsi Lorraine, Perancis Timur pada tanggal 15 April 1858. Ia anak seorang rabi Yahudi. Namun Durkheim tidak mengikuti tradisi orang tuanya untuk menjadi rabi. Ia memilih menjadi Katholik, tetapi kemudian memilih untuk tidak tahu menahu tentang Katholikisme. Ia lebih menaruh perhatian pada masalah moralitas, terutama moralitas kolektif.Durkheim termasuk dalam tokoh Sosiologi yang memperbaiki metode berpikir Sosiologis yang tidak hanya berdasarkan pemikiran-pemikiran logika filosofis tetapi Sosiologi akan menjadi suatu ilmu pengetahuan yang benar apabila mengangkat gejala sosial sebagai fakta-fakta yang dapat diobservasi.
Pada usia 21 tahun Durkheim diterima di Ecole Normale Superieure setelah sebelumnya gagal dalam ujian masuk. Di Universitas tersebut pemikiran Durkeim dipengaruhi oleh dua orang profesor di Universitasnya itu (Fustel De Coulanges dan Emile Boutroux).
Setelah menamatkan pendidikan di Ecole Normale Superieure, Durkheim mengajar filsafat di salah satu sekolah menengah atas (Lycees Louis-Le-Grand) di Paris pada tahun 1882 sampai 1887.
Tahun 1893 Durkheim menerbitkan tesis doktoralnya dalam bahasa perancis yaitu The Division of Labour in Society dan tesisnya dalam bahasa Latin tentang Montesqouieu. Kemudian tahun 1895 menerbitkan buku keduanya yaitu The Rules of Sociological Method. Tahun 1896 diangkat menjadi professor penuh untuk pertama kalinya di Prancis dalam bidang ilmu sosial. Tahun 1897 menerbitkan buku ketiganya yang berjudul Suicide (Le-Suicide) dan mendirikan L’Anée Sociologique (jurnal ilmiah pertama tentang Sosiologi). Tahun 1899 Durkheim ditarik ke Sorbonne dan tahun 1906 dipromosikan sebagai profesor penuh dalam ilmu pendidikan. Enam tahun keudian (1912) menerbitkan karya keempatnya yaitu The Elementary Forms of Religious Life. Satu tahun setelahnya (1913) kedudukannya diubah menjadi professor ilmu Pendidikan dan Sosiologi. Pada tahun 1913 Sosiologi resmi didirikan dalam lembaga pendidikan yang sangat terhormat di Prancis.
B. KENYATAAN FAKTA SOSIAL
Untuk memisahkan sosiologi dengan filsafat dan memberinya kejelasan serta identitas tersendiri, Durkheim(1895/1982) menyatakan bahwa pokok bahasan sosiologi haruslah berupa fakta sosial. Hal yang penting dalam pemisah sosiologi dan filsafat adalah ide bahwa fakta sosial dianggap sebagai sesuatu dan dipelajari secara empiris. Artinya bahwa fakta sosial mesti dipelajari dengan perolehan data dari luar pikiran kita melalui observasi dan eksperimen.
“fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial atau seluruh cara bertindak yang umum yang dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manivestasi-manivestasi individual”.
(Durkheim,1985/1982: 13)
Durkheim berpendapat bahwa fakta sosial tidak bisa direduksi kepada individu, namun mesti di pelajari sebagai realitas mereka. Durkheim menyebut fakta sosial dengan istilah latin sui generis, yang berarti unik. Durkheim menggunakan istilah ini untuk menjelaskan bahwa fakta sosial memiliki karakter unik yang tidak bisa direduksi menjadi sebatas kesadaran individu.
Fakta Sosial Material dan Nonmaterial
Durkheim membedakan fakta sosial material dan non material. Fakta sosial material seperti gaya arsitektur, bentuk teknologi, hukum dan perundang-undangan, relatif mudah dipahami karena keduanya bisa diamati secara langsung. Misalnya, aturan berada diluar individu dan memaksa mereka. Lebih penting lagi fakta sosial material tersebut sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih besar dan kuat yang sama-sama berada diluar individu dan memaksa mereka. Kekuatan moral inilah yang disebut dengan fakta sosial nonmaterial.
Durkheim melihat fakta sosial berada di sepanjang kontinum hal-hal yang material. Sosiolog sering memulai studinya dengan fokus pada fakta sosial material, yang dapat dipahami secara empiris, untuk memahami fakta sosialnonmaterial yang merupakan fokus sebenarnya dari studi yang dia lakukan. Hal yang paling material misalnya tingkat kepadatan populasi, saluran komunikasi, dan susunan perumahan. Durkheim menyebutnya dengan fakta morfologis dan semua itu termasuk hal yang paling penting dalam buku pertamanya” the Divinition of Labor. Pada level lain fakta sosial material itu bisa berupa komponen structural(birokrasi, misal) yang bercampur dengan komponen morfologis (kepadata penduduk dalam susunan perumahan dan jalur komunikasi mereka) dan fakta sosial nonmaterial( missal norma birokrasi)
Solidaritas dan Tipe Struktur Sosial
Solidaritas social merupakan istilah yang erat hubungannya dengan integrasi sosial dan kelompak sosial. Singkatnya solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antar individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pangalaman emosional bersama.
1. Solidaritas Mekanik dan Organik
Solidaritas mekanik dan organik merupakan sumbangan Durkheim yang paling terkenal. Solidritas mekanik didasarkan pada suatu “kesadaran kolektif” bersama (collective conciousness/conscience ), yang menunjuk pada “totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen yang rata-rata ada pada masyarakat yang sama itu”. Itu merupakan suatu solidaritas yang tegantung pada individu-induvidu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut keprcayaan dan pola normatif yang sama pula.
Bagi Durkheim indikator yang paling jelas untuk solidaritas mekanik adalah ruang lingkup dan kerasnya hukum-hukum yang bersifat menekan (repressive). Hukuman tidak harus mencerminkan pertimbangan rasional yang mendalam mengenai jumlah kerugian secara obyaktif yang menimpa masyarakt, juga tidak merupakan pertimbangan yang diberikan untuk menyesuaikan hukuman itu dengan kejahatannya. Sebaliknya hukuman itu mencerminkan dan menyatakan kemarahan kolektif yang muncul tidak terlalu banyak oleh sifat orang yang menyimpang
Ciri khas yang penting dari solidaritas mekanik adalah bahwa solidaritas itu didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen dan sebagainya. Homogenitas hanya mungkin kalau pembagian kerja bersifat sangat minim.
Berlawanan dengan itu, solidaritas organik muncul karena pembagian kerja bertambah besar. Solidaritas itu didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi. Durkheim memepertahankan bahwa kuatnya solidaritas organik itu ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat memulihkan (restutive) daripada yang bersifat represif.
Tujuan kedua tipe hukum itu sangat berbeda. Hukum represif mengungkapkan kemarahan kolektif yang dirasakan kuat, hukum restitutif berfungsi mempertahankan atau melindungi pola saling ketergantungan yang kompleks antara berbagai individu yang berspesialisasi atau kelompo-kelompok dalam masyarakat. Karena itu sifat hukuman yang diberiakn kepada seorang penjahat berbeda dalam kedua hukum itu.
Dalam sistem organik, kemarah kolektif yang timbul kareana perilaku menyimpang menjadi kecil kemungkinannya, karena kesadaran kolektif tidak begitu kuat. Sebagai hasilnya, hukuman lebih bersifat rasional, disesuaikan dengan parahnya pelanggaran dan bermaksud untuk memulihkan atau melindungi pihak atau yang dirugikan aatua menjamin bertahannya pola saling ketergantungan yang kompleks itu, yang mendasari solidaritas sosial.
2. Kesadaran Kolektif dalam Masyarakat
Pertumbuhan dalam pembagian kerja (dan solidaritas sebagai hasilnya) tidak menghancurkan kesadaran kolektif, dia hanya mengurangi arti pentingnya dalam pengaturan terperinci dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini memberikan lebih banyak ruang untuk otonomi individu dan heterogenitas sosial, tetapi tidak harus membuat individu menjadi terpisah sama sekali dari ikatan sosial yang didasarkan pada konsensus moral.
Durkheim menghubungkan pengaruh yang terus-menerus dari kesadaran kolektif ini dengan individualisme yang semakin meningkat dalam masyarakat-masyarakat organik. Kesadaran kolektif juga ada dalam bentuk yang lebih terbatas dalam berbagai kelompok khusus dalam masyarakat. Dalam solidaritas mekanik yang dinyatakan dalam kelompok agama, ada sejumlah ikatan sosial yang bersifat primordial “mekanik”, seperti kekerabatan, kesukuan, dan komunitas. Ikatan-ikatan ini jelas tidak dapat mempersatukan semua anggota suatu masyarakat yang kompleks, tetapi merupakan sumber-sumber penting untuk solidaritas kelompok-kelompok inti yang tidak terbilang jumlahnya yang mempersatukan masyarakat seluruhnya.
Durkheim menekankan pentingnya kesadaran kolektif bersama yang mungkin ada dalam berbagai kelompok pekerjaan dan profesi. Keserupaan dalam kegiatan dan kepentingan pekerjaan memperlihatkan suatu homogenitas internal yang memungkinkan berkembangnya kebiasaan, kepercayaan, perasaan, dan prinsip moral atau kode etik bersama. Durkheim merasa bahwa solidaritas mekanik dalam berbagai pekerjaan dan profesi harus menjadi semakin penting begitu pembagian pekerjaan meluas, sebagai satu alat perantara yang penting antara individu dan masyarakat secara keseluruhannya.
3. Evolusi Sosial
Durkheim melihat dasar integrasi sosial yang sedang mengalami perubahan ke satu bentuk yang baru, dari solidaritas mekanik ke yang organik. Bentuk solidaritas organik yang baru ini yang benar-benar disadarkan pada saling ketergantungan antara “bagian-bagian” yang terspesialisasi, dapat merupakan satu sumber yang lebih menyeluruh, lebih mampu dan lebih dalam untuk integrasi sosial daripada bentuk integrasi mekanik yang lama yang didasarkan terutama pada kesamaan dalam kepercayaan dan nilai.
Kesadaran kolektif yang mendasari solidaritas mekanik paling kuat perkembangannya dalam masyrakat primitif yang sederhana. Pembagian kerja dalam masyarakat seperti ini masih rendah, tergantung pada usia dan jenis kelamin. Lama kelamaan pembagian kerja pada msyarakt primitif ini mulai berkembang dan terspesialisasi. Analisis Durkheim mengenai meningkatnya pembagian kerja dan kompleksitas juga dapat dilihat sebagai model linier.
Berbeda dengan masyarakat barat mereka berkecenderungan terdapat semakin bertambahnya spesialisasi dan kompleksitas dalam pembagian kerja. Kecenderungan ini memeiliki dampak penting. Yang pertama adala, dia merombak kesadaran kolektif yang memungkinkan berkembangnya individualitas. Ddampak kedua , dia meni ngkatkan solidaritas organik yang diddasrkan pada saling ketergantungan fungsional.
Berikut ini adalah perbandingan antara sifat-sifat masyarakat yang berdasarkan pada solidaritas mekanik dan sifat masyarakat yang didasarkan pada solodaritas organik.
Solidaritas mekanik
|
Solidaritas organik
|
· pembagian kerja randah
· kesadaran kolektif kuat
· hukum represif dominan
· individualitas rendah
· konsensus terhadap pola-pola normatif itu penting
· ketrlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang
· seacar relatif saling ketergantungan itu rendah
· bersifat primitif atau pedesaan
|
· Pembgaian kerja tinggi
· Kesadaran kolektif lemah
· Hukurestitutif dominan
· Induvidualitas tinggi
· Konsesnsus pada nilai=nilai abstrak dan umum itu penting
· Badan-bandan kontrol sosiaL yang menghukum orang yang mnyimpang
· Saling ketergantungan yang tinggi
· Bersifat industrial-perkotaan
|
Dikotomi antara bentuk struktur sosial pramodern dan yang modern tidak hanya dikenal dalam analisa Durkheim. Mungkin sangat mirip dengan distingsi Tonnies yang terkenalitu antara masyarakat gemeischaft dan masyarakat gesellschaft.
S U I C I D E T H E O R Y
Durkheim sangat terkenal dengan studinya tentang kecenderungan orang untuk melakukan bunuh diri. Dalam bukunya yang kedua, ‘Suicide’ dikemukakannya dengan jelas, hubungan antara pengaruh integrasi sosial terhadap kecenderungan unutk melakukan bunuh diri. Dalam hal ini Durkheim dengan tegas menolak anggapan-anggapan lama tentang penyebab bunuh diri yang disebabkan oleh penyakit kejiiwaan sebagaimana teori psikologi mengatakannya.
Dia menolak anggapan Gabriel Tarde, seorang sarjana Perancis yang mengatakan bahawa bunuh diri adalah akibat imitasi. Dia juga menolak teori ras tentang kecenderungan orang melakukan bunuh diri, dan ia juga menolak teori yang menyatakan bahwa orang bunuh diri karena kemiskinan. Selanjutnya Durkheim menambahkan bahwa jika diselidiki, sebenarnya ada pola yang lebih teratur daripada sebab-sebab serta penjelasan yang diberikan oleh teori terdahulu mengenai bunuh diri.
Berdasarkan data-data yang dikumpulkan dari banyak negara, dimana ternyata terdapat di negara-negara tertentu yang memiliki angaka bunuh diri yang tidak berbeda dari waktu ke waktu akan tetapi berbeda dari satu negara dibandingkan dengan negara lain. Kalau demikian halnya, bunuh diri haruslah bersumber dari keadaan masyarakat yang bersangkutan. Data yang telah yang dikumpulkan Durkheim untuk menunjukan bahwa di negara-negara tertentu terdapat angka bunuh diri yang hampir tidak berbeda dari waktu ke waktu adalah sebagai berikut.
Negara dan Angka Bunuh Diri
Tahun
|
Perancis
|
Rusia
|
Saksen
|
Bavaria
|
Denmark
|
1849
|
3583
|
1507
|
328
|
189
|
337
|
1850
|
3596
|
1736
|
390
|
250
|
340
|
1851
|
3598
|
1009
|
402
|
260
|
401
|
Demikian halnya dengan usaha Durkheim unutk menolak bahwa bunuh diri diakibatkan karena sebeb-sebab psikologis, dia menunjukkan angka-angka bunuh diri dari berbagai negara sebagai berikut.
Negara
|
Jumlah orang sakit jiwa
|
Angka bunuh diri
|
Norwegia
|
180-1
|
4-107
|
Skotlandia
|
164-2
|
8-34
|
Denmark
|
125-3
|
1-258
|
Perancis
|
99-5
|
5-100
|
Data di atas menunjukkan bahwa gejala-gejala psikologis sebenarnya tidak membawa pengaruh terhadap kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.Dengan demikian, menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya merupakan kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana penelitian dengan menghubungkannya terhadap struktur sosial dan derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan masyarakat. Untuk membuktikan teori ini, Durkheim memusatkan perhatiannya kepada 3 macam kesatuan sosial yang pokok di dalam masyarakat, yaitu kesatuan agama, keluarga, dan kesatuan politik. Berikut contoh pusat perhatian kesatuan sosial agama dan analisisnya terkait bunuh diri.
Bunuh Diri di Dalam Kesatuan Agama
Durkheim menunjukkan data yang membuktikan bahwa angka laju bunuh diri adalah berbeda diantara penganut agama Protestan dengan penganut agama Katolik dan penganut agama Katolik ortodox.
a. Negara-negara protestan (Prusia-Saksen-Denmark)
Angka laju bunuh diri : 190 orang untuk tiap-tiap satu juta orang
b. Negara-negara Roma Katolik (bercampur sedikit Protestan)
Angka laju bunuh diri : 90 orang untuk tiap-tiap satu juta orang
c. Negara-negara Katolik mayoritas (Portugal-Itali)
Angka laju bunuh diri : 58 orang untuk tiap-tiap satu juta orang
d. Negara-negara Katolik ortodox
Angka laju bunuh diri : 40 orang untuk tiap-tiap satu juta orang
Dengan angka-angka ini, Durkheim membuat kesimpulan bahwa penganut agama-agama Protestan mempunyai kecenderungan lebih besar untuk melakukan bunuh diri dibandingkan dengan penganut agama Katolik. Ia menyatakan bahwa terjadinya perbedaan angka bunuh diri antara penganut agama Protestan dan Katolik adalah terletak di dalam perbedaan kebebasan yang diberikan oleh kedua agama tersebut kepada para penganutnya. Penganut agama Protestan memperoleh kebebasan yang jauh lebih besar untuk mencari sendiri hakekat ajaran kitab suci, sedangkan dalam agama Katolik tafsir agama lebih ditentukan oleh para pater (pemuka Gereja).
Agama Protestan menolak ajaran tradisional yang diajarkan oleh pemuka Gereja, akibatnya kepercayaan bersama dari orng-orang Protestan menjadi berkurang sehingga timbul suatu keadaan dimana penganut ajaran Protestan tidak lagi menganut tafsir yang sama, sehingga sekarang ini terdapat banyak gereja Protestan (sekte-sekte). Dengan kata lain, terdapat perbedaan derajat integrasi sosial diantara penganut agama Katolik. Integrasi sosial yang rendah dari penganut agama Protestan itulah yang menyebabkan angka laju bunuh diri dari penganut ajaran agama ini lebih besar kecenderungannya melakukan bunuh diri dibandingkan dengan penganut ajaran Katolik.
Jadi jelas di sini, Durkheim ingin menekankan bahwa bunuh diri tidak berhubungan dengan ajaran-ajaran agama, tetapi lebih berhubungan dengan derajat integrasi dari pengikut-pengikut suatu ajaran agama sebagai faktor sosial. Sehingga faktor bunuh diri itu, sebenarnya harus dilihat dari sudut kehidupan komunitas atau masyarakat.
v 4 macam bunuh diri
Perluasan baru atas ide-ide ini terdapat dalam karya Durkeim, Suiced ( Bunuh Diri), dia membagi bunuh diri menjadi empat macam:
1. Altruistik (Dimana kasus bunuh diri terjadi demi kepentingan kelompok seperti, seorang pahlawan perang).
2. Egoistik (karena adanya kekurangan dalm organisasi sosial dan berupaya untuk menjauhkan diri dari kelompok itu)
3. Anomik,dimana penyesuaian masyarakat terganggu oleh perubahan sosial yang negatif