Pages

Selasa, 01 Januari 2013

BAHASA INDONESIA KINI : Di Tengah Arus Globalisasi

Oleh : Sifa Afidati

Dewasa ini globalisasi tentu tidak dapat dihindari. Mudahnya akses informasi, barang, dan jasa dari suatu negara ke negara lain menjadi bukti adanya globalisasi. Segalanya menjadi serba mudah dan instan. Namun, seiring dengan mudahnya akses segala hal tersebut, globalisasi juga membawa banyak dampak seperti munculnya sikap sekulerisme, konsumerisme, dan disnasionalisme. Globalisasi juga membawa dampak bagi bahasa Indonesia. Di tengah arus globalisasi yang kian deras, mampukah bahasa Indonesia menjadi bahasa yang senantiasa dibanggakan setiap warga negaranya?

Keberadaan bahasa Indonesia perlu dikaji lebih lanjut. Ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai acuan dalam memahami posisi bahasa Indonesia di tengah arus globalisasi, yaitu dilihat dari sisi pengajaran di sekolah, media informasi, pemerintah, dan warga negara Indonesia itu sendiri.

Pengajaran di Sekolah
Pembicaraan mengenai suatu bahasa tentu tidak lepas dari pembicaraan mengenai pengajarannya di sekolah. Pengajaran suatu bahasa memang telah dilakukan oleh orang tua kepada anaknya di rumah. Namun, untuk pengajaran bahasa baku baru dilakukan dalam pembelajaran di sekolah. Pada umumnya sekolah sekarang telah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa penutur dalam kegiatan belajar mengajar. Sekolah sebagai tempat pengajaran bahasa Indonesia baku pertama sangat berperan dalam menentukan pola penggunaan bahasa Indonesia selanjutnya. Namun, suatu hal yang disayangkan karena sekarang ini banyak guru yang justru sering menyelipkan istilah-istilah asing dalam interaksi edukatifnya bersama siswa. Bahkan tidak jarang hal tersebut dilakukan oleh guru bahasa Indonesia sendiri. Ini menunjukkan bahwa sekolah sekarang kurang memotivasi warganya untuk menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.

Media Informasi
Media informasi, baik media cetak maupun media elektronik, turut menyumbang dampak terhadap eksistensi bahasa Indonesia. Media informasi cetak terlalu sedikit dalam menyajikan bacaan ilmiah untuk pelajar. Pelajar pun  kekurangan bahan bacaan ilmiah. Padahal ini akan mempengaruhi kemampuan pelajar dalam menulis ilmiah karena media cetak ilmiah dapat dijadikan salah satu referensi bagi mereka.
Ejaan dalam surat kabar masih banyak yang tidak sesuai dengan bahasa Indonesia baku. Padahal banyak masyarakat yang sering berlangganan surat kabar. Namun, ternyata mereka disuguhi tulisan yang kualitas bahasa Indonesianya tidak bagus.
Media informasi elektronik saat ini didominasi tayangan hiburan.  Hampir tidak ada yang menayangkan program yang menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, kecuali berita. Adanya justru tayangan mempelajari suatu bahasa asing. Ini tentu menjadi tantangan bagi bahasa Indonesia untuk tetap mampu bertahan.

Pemerintah
Pemerintah juga tidak luput dari sorotan ketika berbicara mengenai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Pemerintah selalu gencar mengajak masyarakat untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai wujud cinta terhadap tanah air. Namun, ajakan pemerintah tersebut tidak didukung dengan suatu tindakan nyata. Pemerintah kurang mendukung institusi pendidikan dalam rangka pembudidayaan bahasa Indonesia baku. Pembudidayaan menulis bahasa Indonesia baku, misalnya, bisa dilakukan bekerja sama dengan institusi pendidikan melalui pengadaan lomba karya tulis dan artikel ilmiah.

Warga Negara Indonesia
Namun, dari sisi warga negara Indonesia itu sendiri yang sebenarnya paling berperan dalam mempertahankan bahasa Indonesia. Sayangnya, di era globalisasi ini orang cenderung bersikap westernisasi. Mereka lebih senang menggunakan bahasa Inggris dengan dalil mengikuti perkembangan zaman karena bahasa Inggris merupakan bahasa universal. Para orang tua bahkan mengajarkan ke anak bahasa Inggris karena merasa bahasa Inggris lebih prestise. Lebih parah lagi para orang tua tersebut membiarkan dan tidak mempermasalahkan anaknya tidak bisa berbahasa Indonesia dengan baik asalkan sudah bisa berbahasa Inggris. Atau jika bukan bahasa Inggris, bahasa Korea lah yang sekarang baru digandrungi di kalangan anak muda. Tayangan-tayangan Korea yang masuk ke Indonesia nyatanya mampu membius remaja Indonesia mencintai budaya Korea, termasuk juga bahasanya. Mereka kemudian lebih senang mempelajari bahasa Korea tersebut dibanding bahasa nasionalnya sendiri, bahasa Indonesia. Kasus ini berlaku juga untuk bahasa asing lainnya yang mampu menggeser kecintaan mereka dari bahasa Indonesia.

Solusi
Permasalahan di atas mengindikasikan kurangnya penghargaan terhadap bahasa sendiri. Permasalahan tersebut harus segera ditangani dan ditindaklanjuti apabila tidak ingin semakin menenggelamkan posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Dimulai dari pihak sekolah, sekolah seharusnya lebih mendorong warganya untuk berbahasa Indonesia dengan baik. Guru harus membiasakan dirinya dan siswanya, baik di dalam kelas maupun di luar kelas menggunakan bahasa Indonesia. Pembiasaan tersebut bisa dilakukan misalnya dengan menjadikan salah satu hari dalam seminggu sebagai “Hari Bahasa Indonesia”. Pada tiap hari tersebut, setiap warga sekolah harus berbahasa Indonesia dengan baik. Sedangkan media informasi seharusnya lebih banyak menambah bacaan dan tayangan ilmiah untuk pelajar.
Pemerintah pun harus melakukan tindakan nyata sebagai kelanjutan atas gencarnya ajakan kepada masyarakat untuk berbahasa Indonesia dengan baik. Salah satu wujud konkret yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan lebih giat lagi mengadakan lomba kepenulisan ilmiah. Selain itu dari tiap individu sendiri harus berusaha menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga bahasa Indonesia dan berusaha menumbuhkan jiwa nasionalisme melalui sikap bangga terhadap bahasanya sendiri. Ini menjadi tugas kita semua untuk terus menjaga dan melestarikan bahasa Indonesia karena tentu kita tidak ingin kehilangan bahasa kita sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About