Pages

Rabu, 09 Januari 2013

EMILE DURKHEIM


A.    PROFIL DAN RIWAYAT HIDUP
Emile Durkheim lahir di Epinal propinsi Lorraine, Perancis Timur pada tanggal 15 April 1858. Ia anak seorang rabi Yahudi. Namun Durkheim tidak mengikuti tradisi orang tuanya untuk menjadi rabi. Ia memilih menjadi Katholik, tetapi kemudian memilih untuk tidak tahu menahu tentang Katholikisme. Ia lebih menaruh perhatian pada masalah moralitas, terutama moralitas kolektif.Durkheim termasuk dalam tokoh Sosiologi yang memperbaiki metode berpikir Sosiologis yang tidak hanya berdasarkan pemikiran-pemikiran logika filosofis tetapi Sosiologi akan menjadi suatu ilmu pengetahuan yang benar apabila mengangkat gejala sosial sebagai fakta-fakta yang dapat diobservasi.
Pada usia 21 tahun Durkheim diterima di Ecole Normale Superieure setelah sebelumnya gagal dalam ujian masuk. Di Universitas tersebut pemikiran Durkeim dipengaruhi oleh dua orang profesor di Universitasnya itu (Fustel De Coulanges dan Emile Boutroux).
Setelah menamatkan pendidikan di Ecole Normale Superieure, Durkheim mengajar filsafat di salah satu sekolah menengah atas (Lycees Louis-Le-Grand) di Paris pada tahun 1882 sampai 1887.
Tahun 1893 Durkheim menerbitkan tesis doktoralnya dalam bahasa perancis yaitu The Division of Labour in Society dan tesisnya dalam bahasa Latin tentang Montesqouieu. Kemudian tahun 1895 menerbitkan buku keduanya yaitu The Rules of Sociological Method. Tahun 1896 diangkat menjadi professor penuh untuk pertama kalinya di Prancis dalam bidang ilmu sosial. Tahun 1897 menerbitkan buku ketiganya yang berjudul Suicide (Le-Suicide) dan mendirikan L’Anée Sociologique (jurnal ilmiah pertama tentang Sosiologi). Tahun 1899 Durkheim ditarik ke Sorbonne dan tahun 1906 dipromosikan sebagai profesor penuh dalam ilmu pendidikan. Enam tahun keudian (1912) menerbitkan karya keempatnya yaitu The Elementary Forms of Religious Life. Satu tahun setelahnya (1913) kedudukannya diubah menjadi professor ilmu Pendidikan dan Sosiologi. Pada tahun 1913 Sosiologi resmi didirikan dalam lembaga pendidikan yang sangat terhormat di Prancis.

B.     KENYATAAN FAKTA SOSIAL
Untuk memisahkan sosiologi dengan filsafat dan memberinya kejelasan serta identitas tersendiri, Durkheim(1895/1982) menyatakan bahwa pokok bahasan sosiologi haruslah berupa fakta sosial. Hal yang penting dalam pemisah sosiologi dan filsafat adalah ide bahwa fakta sosial dianggap sebagai sesuatu dan dipelajari secara empiris. Artinya bahwa fakta sosial mesti dipelajari dengan perolehan data dari luar pikiran kita melalui observasi dan eksperimen.
“fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial atau seluruh cara bertindak yang umum yang dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manivestasi-manivestasi individual”.
(Durkheim,1985/1982: 13)
Durkheim berpendapat bahwa fakta sosial tidak bisa direduksi kepada individu, namun mesti di pelajari sebagai realitas mereka. Durkheim menyebut fakta sosial dengan istilah latin sui generis, yang berarti unik. Durkheim menggunakan istilah ini untuk menjelaskan bahwa fakta sosial memiliki karakter unik yang tidak bisa direduksi menjadi sebatas kesadaran individu.
Fakta Sosial Material dan Nonmaterial
Durkheim membedakan fakta sosial material dan non material. Fakta sosial material seperti gaya arsitektur, bentuk teknologi, hukum dan perundang-undangan, relatif mudah dipahami karena keduanya bisa diamati secara langsung. Misalnya, aturan berada diluar individu dan memaksa mereka. Lebih penting lagi fakta sosial material tersebut sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih besar dan kuat yang sama-sama berada diluar individu dan memaksa mereka. Kekuatan moral inilah yang disebut dengan fakta sosial nonmaterial.
Durkheim melihat fakta sosial berada di sepanjang kontinum hal-hal yang material. Sosiolog sering memulai studinya dengan fokus pada fakta sosial material, yang dapat dipahami secara empiris, untuk memahami fakta sosialnonmaterial yang merupakan fokus sebenarnya dari studi yang dia lakukan. Hal yang paling material misalnya tingkat kepadatan populasi, saluran komunikasi, dan susunan perumahan. Durkheim menyebutnya dengan fakta morfologis dan semua itu termasuk hal yang paling penting dalam buku pertamanya” the Divinition of Labor. Pada level lain fakta sosial material itu bisa berupa komponen structural(birokrasi, misal) yang bercampur dengan komponen morfologis (kepadata penduduk dalam susunan perumahan dan jalur komunikasi mereka) dan fakta sosial nonmaterial( missal norma birokrasi)

Solidaritas dan Tipe Struktur Sosial
Solidaritas social merupakan istilah yang erat hubungannya dengan integrasi sosial dan kelompak sosial. Singkatnya solidaritas menunjuk pada suatu keadaan  hubungan antar individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh  pangalaman emosional bersama.
1.      Solidaritas Mekanik dan Organik
Solidaritas mekanik dan organik merupakan sumbangan Durkheim yang paling terkenal. Solidritas mekanik didasarkan pada suatu “kesadaran kolektif” bersama (collective conciousness/conscience ), yang menunjuk pada “totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen yang rata-rata ada pada masyarakat yang sama itu”.  Itu merupakan suatu solidaritas yang tegantung pada individu-induvidu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut keprcayaan dan pola normatif yang sama pula.
Bagi Durkheim indikator yang paling jelas untuk solidaritas mekanik adalah ruang lingkup dan kerasnya hukum-hukum yang bersifat menekan (repressive). Hukuman tidak harus mencerminkan pertimbangan rasional yang mendalam mengenai jumlah kerugian secara obyaktif yang menimpa masyarakt, juga tidak merupakan pertimbangan yang diberikan untuk menyesuaikan hukuman itu dengan kejahatannya. Sebaliknya hukuman itu mencerminkan dan menyatakan kemarahan kolektif yang muncul tidak terlalu banyak oleh sifat orang yang menyimpang
Ciri khas yang penting dari solidaritas mekanik adalah bahwa solidaritas itu didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen dan sebagainya. Homogenitas hanya mungkin kalau pembagian kerja bersifat sangat minim.
Berlawanan dengan itu, solidaritas organik muncul karena pembagian kerja bertambah besar. Solidaritas itu didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi. Durkheim memepertahankan bahwa kuatnya solidaritas organik itu ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat memulihkan (restutive) daripada yang bersifat represif.
Tujuan kedua tipe hukum itu sangat berbeda. Hukum represif mengungkapkan kemarahan kolektif yang dirasakan kuat, hukum restitutif berfungsi mempertahankan atau melindungi pola saling ketergantungan yang kompleks antara berbagai individu yang berspesialisasi  atau kelompo-kelompok dalam masyarakat. Karena itu sifat hukuman yang diberiakn kepada seorang penjahat berbeda dalam kedua hukum itu.
Dalam sistem organik, kemarah kolektif yang timbul kareana perilaku menyimpang menjadi kecil kemungkinannya, karena kesadaran kolektif tidak begitu kuat. Sebagai hasilnya, hukuman lebih bersifat rasional, disesuaikan dengan parahnya pelanggaran dan bermaksud untuk memulihkan atau melindungi pihak atau yang dirugikan aatua menjamin bertahannya pola saling ketergantungan yang kompleks itu, yang mendasari solidaritas sosial.
2.      Kesadaran Kolektif dalam Masyarakat
Pertumbuhan dalam pembagian kerja (dan solidaritas sebagai hasilnya) tidak menghancurkan kesadaran kolektif, dia hanya mengurangi arti pentingnya dalam pengaturan terperinci dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini memberikan lebih banyak ruang untuk otonomi individu dan heterogenitas sosial, tetapi tidak harus membuat individu menjadi terpisah sama sekali dari ikatan sosial yang didasarkan pada konsensus moral.
Durkheim menghubungkan pengaruh yang terus-menerus dari kesadaran kolektif ini dengan individualisme yang semakin meningkat dalam masyarakat-masyarakat organik. Kesadaran kolektif juga ada dalam bentuk yang lebih terbatas dalam berbagai kelompok khusus dalam masyarakat. Dalam solidaritas mekanik yang dinyatakan dalam kelompok agama, ada sejumlah ikatan sosial yang bersifat primordial “mekanik”, seperti kekerabatan, kesukuan, dan komunitas. Ikatan-ikatan ini jelas tidak dapat mempersatukan semua anggota suatu masyarakat yang kompleks, tetapi merupakan sumber-sumber penting untuk solidaritas kelompok-kelompok inti yang tidak terbilang jumlahnya yang mempersatukan masyarakat seluruhnya.
Durkheim menekankan pentingnya kesadaran kolektif bersama yang mungkin ada dalam berbagai kelompok pekerjaan dan profesi. Keserupaan dalam kegiatan dan kepentingan pekerjaan memperlihatkan suatu homogenitas internal yang memungkinkan berkembangnya kebiasaan, kepercayaan, perasaan, dan prinsip moral atau kode etik bersama. Durkheim merasa bahwa solidaritas mekanik dalam berbagai pekerjaan dan profesi harus menjadi semakin penting begitu pembagian pekerjaan meluas, sebagai satu alat perantara yang penting antara individu dan masyarakat secara keseluruhannya.
3.      Evolusi Sosial
Durkheim melihat dasar integrasi sosial yang sedang mengalami perubahan ke satu bentuk yang baru, dari solidaritas mekanik ke yang organik. Bentuk solidaritas organik yang baru ini yang benar-benar disadarkan pada saling ketergantungan antara “bagian-bagian” yang terspesialisasi, dapat merupakan satu sumber yang lebih menyeluruh, lebih mampu dan lebih dalam untuk integrasi sosial daripada bentuk integrasi mekanik yang lama yang didasarkan terutama pada kesamaan dalam kepercayaan dan nilai.
Kesadaran kolektif yang mendasari solidaritas mekanik paling kuat perkembangannya  dalam masyrakat primitif yang sederhana. Pembagian kerja dalam masyarakat seperti ini masih rendah, tergantung pada usia dan jenis kelamin.  Lama kelamaan pembagian kerja pada msyarakt primitif ini mulai berkembang dan terspesialisasi. Analisis Durkheim mengenai meningkatnya pembagian kerja dan kompleksitas juga dapat dilihat sebagai model linier.
Berbeda dengan masyarakat barat mereka berkecenderungan terdapat semakin bertambahnya spesialisasi dan kompleksitas dalam pembagian kerja. Kecenderungan ini memeiliki dampak penting. Yang pertama adala, dia merombak kesadaran kolektif yang memungkinkan berkembangnya individualitas. Ddampak kedua , dia meni ngkatkan solidaritas organik yang diddasrkan pada saling ketergantungan fungsional.
Berikut ini adalah perbandingan antara sifat-sifat  masyarakat yang berdasarkan pada solidaritas mekanik   dan sifat masyarakat yang didasarkan pada solodaritas organik.
Solidaritas mekanik
Solidaritas organik
·         pembagian kerja randah
·         kesadaran kolektif kuat
·         hukum represif dominan
·         individualitas rendah
·         konsensus terhadap pola-pola normatif itu penting
·         ketrlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang
·         seacar relatif saling ketergantungan itu rendah
·         bersifat primitif atau pedesaan
·         Pembgaian kerja tinggi
·         Kesadaran kolektif lemah
·         Hukurestitutif dominan
·         Induvidualitas tinggi
·         Konsesnsus pada nilai=nilai abstrak dan umum itu penting
·         Badan-bandan kontrol sosiaL yang menghukum orang yang mnyimpang
·         Saling ketergantungan yang tinggi
·         Bersifat industrial-perkotaan


Dikotomi antara bentuk struktur sosial pramodern dan yang modern tidak hanya dikenal dalam analisa Durkheim. Mungkin sangat mirip dengan distingsi Tonnies yang terkenalitu antara masyarakat gemeischaft dan masyarakat gesellschaft.

S U I C I D E     T H E O R Y
Durkheim sangat terkenal dengan studinya tentang kecenderungan orang untuk melakukan bunuh diri. Dalam bukunya yang kedua, ‘Suicide’ dikemukakannya dengan jelas, hubungan antara pengaruh integrasi sosial terhadap kecenderungan unutk melakukan bunuh diri. Dalam hal ini Durkheim dengan tegas menolak anggapan-anggapan lama tentang penyebab bunuh diri yang disebabkan oleh penyakit kejiiwaan sebagaimana teori psikologi mengatakannya.
Dia menolak anggapan Gabriel Tarde, seorang sarjana Perancis yang mengatakan bahawa bunuh diri adalah akibat imitasi. Dia juga menolak teori ras tentang kecenderungan orang melakukan bunuh diri, dan ia juga menolak teori yang menyatakan bahwa orang bunuh diri karena kemiskinan. Selanjutnya  Durkheim menambahkan bahwa jika diselidiki, sebenarnya ada pola yang lebih teratur daripada sebab-sebab serta penjelasan yang diberikan oleh teori terdahulu mengenai bunuh diri.
Berdasarkan data-data yang dikumpulkan dari banyak negara, dimana ternyata terdapat di negara-negara tertentu yang memiliki angaka bunuh diri yang tidak berbeda dari waktu ke waktu akan tetapi berbeda dari satu negara dibandingkan dengan negara lain. Kalau demikian halnya, bunuh diri haruslah bersumber dari keadaan masyarakat yang bersangkutan. Data yang telah yang dikumpulkan Durkheim untuk menunjukan bahwa di negara-negara tertentu terdapat angka bunuh diri yang hampir tidak berbeda dari waktu ke waktu adalah sebagai berikut.
Negara dan Angka Bunuh Diri
Tahun
Perancis
Rusia
Saksen
Bavaria
Denmark
1849
3583
1507
328
189
337
1850
3596
1736
390
250
340
1851
3598
1009
402
260
401


Demikian halnya dengan usaha Durkheim unutk menolak bahwa bunuh diri diakibatkan karena sebeb-sebab psikologis, dia menunjukkan angka-angka bunuh diri dari berbagai negara sebagai berikut.
Negara
Jumlah orang sakit jiwa
Angka bunuh diri
Norwegia
180-1
4-107
Skotlandia
164-2
8-34
Denmark
125-3
1-258
Perancis
99-5
5-100


Data di atas menunjukkan bahwa gejala-gejala psikologis sebenarnya tidak membawa pengaruh terhadap kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.Dengan demikian, menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya merupakan kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana penelitian dengan menghubungkannya terhadap struktur sosial dan derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan masyarakat. Untuk membuktikan teori ini, Durkheim memusatkan perhatiannya kepada 3 macam kesatuan sosial yang pokok di dalam masyarakat, yaitu kesatuan agama, keluarga, dan kesatuan politik. Berikut contoh pusat perhatian kesatuan sosial agama dan analisisnya terkait bunuh diri.
Bunuh Diri di Dalam Kesatuan Agama
Durkheim menunjukkan data yang membuktikan bahwa angka laju bunuh diri adalah berbeda diantara penganut agama Protestan dengan penganut agama Katolik dan penganut agama Katolik ortodox.
a.       Negara-negara protestan (Prusia-Saksen-Denmark)
Angka laju bunuh diri : 190 orang untuk tiap-tiap satu juta orang
b.      Negara-negara Roma Katolik (bercampur sedikit Protestan)
Angka laju bunuh diri : 90 orang untuk tiap-tiap satu juta orang
c.       Negara-negara Katolik mayoritas (Portugal-Itali)
Angka laju bunuh diri : 58 orang untuk tiap-tiap satu juta orang
d.      Negara-negara Katolik ortodox
Angka laju bunuh diri : 40 orang untuk tiap-tiap satu juta orang
            Dengan angka-angka ini, Durkheim membuat kesimpulan bahwa penganut agama-agama Protestan mempunyai kecenderungan lebih besar untuk melakukan bunuh diri dibandingkan dengan penganut agama Katolik. Ia menyatakan bahwa terjadinya perbedaan angka bunuh diri antara penganut agama Protestan dan Katolik adalah terletak di dalam perbedaan kebebasan yang diberikan oleh kedua agama tersebut kepada para penganutnya. Penganut agama Protestan memperoleh kebebasan yang jauh lebih besar untuk mencari sendiri hakekat ajaran kitab suci, sedangkan dalam agama Katolik tafsir agama lebih ditentukan oleh para pater (pemuka Gereja).
Agama Protestan menolak ajaran tradisional yang diajarkan oleh pemuka Gereja, akibatnya kepercayaan bersama dari orng-orang Protestan menjadi berkurang sehingga timbul suatu keadaan dimana penganut ajaran Protestan tidak lagi menganut tafsir yang sama, sehingga sekarang ini terdapat banyak gereja Protestan (sekte-sekte). Dengan kata lain, terdapat perbedaan derajat integrasi sosial diantara penganut agama Katolik. Integrasi sosial yang rendah dari penganut agama Protestan itulah yang menyebabkan angka laju bunuh diri dari penganut ajaran agama ini lebih besar kecenderungannya melakukan bunuh diri dibandingkan dengan penganut ajaran Katolik.
            Jadi jelas di sini, Durkheim ingin menekankan bahwa bunuh diri tidak berhubungan dengan ajaran-ajaran agama, tetapi lebih berhubungan dengan derajat integrasi dari pengikut-pengikut suatu ajaran agama sebagai faktor sosial. Sehingga faktor bunuh diri itu, sebenarnya harus dilihat dari sudut kehidupan komunitas atau masyarakat.
v 4 macam bunuh diri
Perluasan baru atas ide-ide ini terdapat dalam karya Durkeim, Suiced ( Bunuh Diri), dia membagi bunuh diri menjadi empat macam:
1.      Altruistik (Dimana kasus bunuh diri terjadi demi kepentingan kelompok seperti, seorang pahlawan perang).
2.      Egoistik (karena adanya kekurangan dalm organisasi sosial dan berupaya untuk menjauhkan diri dari kelompok itu)
3.      Anomik,dimana penyesuaian masyarakat terganggu oleh perubahan sosial yang negatif
4.      Fatalistic, tidak terlalu banyak dibahas oleh Durkheim

For durkheimian
http://www.durkheim.ca/

Simbiosis Mutualisme Pariwisata Pantai Siung Gunung Kidul terhadap Masyarakat Sekitar

Gunung Kidul merupakan salah satu kabupaten di Yogyakarta yang terkenal memiliki pantai-pantai yang indah. Pantai-pantainya terletak di sepanjang pesisir selatan Gunung Kidul. Kondisi jalan menuju pantai di Gunung Kidul diwarnai dengan jalan yang berkelok-kelok dengan tebing yang curam. Pegunungan kars tampak mewarnai kanan kiri jalan menuju daerah pantai Gunung Kidul.
Sektor pariwisata di kabupaten Gunung Kidul kini mulai diperhitungkan. Kabupaten Gunung Kidul sebagai pendukung daerah tujuan wisata propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai potensi wisata yang cukup besar. Kepariwisataan Gunung Kidul terpusat pada pariwisata alamnya, dengan titik berat pada obyek wisata alam pantai yang salah satunya dalah Pantai Siung.
Pantai Siung terletak di dusun Duwet, desa Purwodadi, kecamatan Tepus, kabupaten Gunung Kidul. Jarak dari pusat kota Yogyakarta sekitar 70 km dan ditempuh kurang lebih selama 2 jam perjalanan. Jalur yang paling mudah diakses adalah Yogyakarta-Wonosari kemudian Wonosari-Baron lalu Baron-Tepus. 
Pantai Siung memiliki keindahan dan ciri khas tersendiri yaitu banyaknya bukit-bukit curam yang mengelilingi pantai dengan panorama yang indah. Pasir putih dan banyaknya batu karang juga memberikan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan, mengingat tidak banyak pantai di Yogyakarta dengan keindahan alam seperti itu.
 Pantai Siung ini memang memiliki keaslian alam yang indah. Terlebih karena pantai Siung dikelilingi banyak tebing, semakin menarik para wisatawan terutama wisatawan yang gemar memanjat tebing. Hal lain yang sering dipertimbangkan wisatawan dalam memilih suatu tempat pariwisata adalah fasilitas yang disediakan. Fasilitas di pantai Siung ini tergolong lengkap seperti di pantai-pantai pada umumnya, yakni terdapat mushola, toilet, tempat parkir, aula/rumah panggung, dan warung-warung makan. Lebih dari itu, yang jarang tersedia pada wisata alam di pantai-pantai pada umumnya, di pantai Siung ini terdapat 250 jalur pemanjatan untuk memfasilitasi wisatawan penggemar olah raga panjat tebing. Fasilitas lain untuk mendukung kegiatan panjat tebing adalah ground camp yang berada di sebelah timur pantai. Di ground camp ini, tenda-tenda bisa didirikan dan api unggun bisa digelar untuk melewatkan malam.
Keberadaan pariwisata pantai Siung diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di bidang ekonomi. Mengingat Gunung Kidul merupakan kabupaten termiskin yang ada di Yogyakarta sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa pariwisata menjadi salah satu jalan untuk memperbaiki perekonomian masyarakatnya. Terlebih daerah pesisir pantai di Gunung Kidul merupakan daerah pegunungan tandus yang sulit dimanfaatkan untuk pertanian. Adanya pantai Siung ini menambah lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar seperti menjadi tukang parkir, penjual cinderamata, dan penjual makanan. Pekerjaan baru tersebut di satu sisi dapat meningkatkan perekonomian bagi masyarakat sekitar dan di sisi lain dapat menarik minat wisatawan untuk mengunjungi wisata pantai Siung ini. Apalagi mengingat perjalanan menuju pantai Siung dari pusat kota Yogyakarta cukup lama, biasanya akan membuat wisatawan lelah, lapar, dan haus sehingga adanya penjual makanan ini sebagai alternatif bagi wisatawan untuk menghilangkan rasa lapar dan haus tersebut. Rasa lelah akan terbayarkan dengan menikmati keindahan alam wisata pantai Siung ini.

Adanya pariwisata tersebut juga membuat akses yang lebih mudah. Mengingat kondisi alam Gunung Kidul yang berbukit-bukit, pembangunan jalan menuju lokasi pariwisata di satu sisi membawa banyak keuntungan bagi masyarakat. Daerah-daerah pesisir pantai yang tadinya sulit terjangkau menjadi mudah dengan dibangunnya jalan aspal menuju daerah pantai. Di sisi lain, jalan yang sudah beraspal akan memudahkan wisatawan untuk sampai ke lokasi pariwisata. Kemudahan akses ini pada akhirnya akan dapat meningkatkan jumlah wisatawan yang datang ke pantai Siung tersebut dan dengan meningkatnya jumlah wisatawan berarti juga akan lebih meningkatkan lagi pendapatan masyarakat sekitar. Hal tersebut menunjukkan pariwisata alam pantai Siung telah dapat memunculkan simbiosis mutualisme antara masyarakat sekitar dengan pariwisata itu sendiri.

Selasa, 01 Januari 2013

PERANAN RUANG PUBLIK DALAM KEHIDUPAN

          Kondisi multikultural merupakan faktor penting dalam pembicaraan tentang  hidup bersama. Ruang publik menjadi wadah dialog bagi masyarakat mengenai hal tersebut. Di ruang publik ini, subjektivitas, partikularitas, dan uniformitas saling bertemu. Di dalam ruang publik, argumentasi-argumentasi saling beradu untuk memperjuangkan hak-hak yang menyangkut eksistensinya.
Di dalam ruang publik, kebebasan berbicara, berkumpul, dan berpartisipasi dalam debat politik dijunjung tinggi. Ruang publik sendiri terdiri dari organ penyedia informasi, termasuk juga lembaga diskusi politis (parlemen, klub politik), perkumpulan publik, dan tempat publik lainnya yang menjadi ruang terjadinya diskusi sosial politik.
Namun kini organ-organ publik mulai berubah fungsi. Pers tidak lagi menyuarakan opini publik dan memperjuangkan politik tetapi telah menjadi ruang iklan. Ruang publik berubah dari ruang diskusi rasional, debat, dan konsensus menjadi wilayah konsumsi massa dan dijajah oleh korporasi serta kaum elite dominan.
Dibutuhkannya keterjaminan diskusi yang bebas dari segala bentuk dominasi akan mencapai konsensus yang rasional. Diskusi yang sedemikian itu akan makin terjamin apabila diletakkan dalam bangunan struktur politik dan hukum. Hal tersebut akan dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Memang kapasitas ruang publik dalam memberikan solusi terbatas tetapi dapat untuk mengawasi sistem politik dalam menangani persoalan-persoalan yang muncul di masyarakat.
Kewargaan secara keseluruhan tidak dapat disatukan oleh suatu konsensus subtantif mengenai nilai-nilai, melainkan hanya oleh suatu konsensus mengenai prosedur untuk pemberlakuan hukum yang legitim dan praktik kekuasaan yang legitim pula. Netralitas hukum prosedural akan menjamin integrasi pada tingkat politik. Akan tetapi ini berarti konsensus mengenai prosedur hukum dan politik mengendur ketika berhadapan dengan problematika multikulturalisme.
Melihat hal tersebut, di satu sisi dibutuhkan prosedural hukum dan politik demi terlaksananya ruang publik yang ideal (diskusi rasional). Mengingat sekarang ini organ publik pun mulai berubah fungsi -dari yang tadinya ruang diskusi rasional menjadi yang bersifat materialistis- maka prosedural hukum dan politik menjadi perlu lebih ditekankan adanya. Akan tetapi di satu sisi, ruang publik yang mengandaikan rasionalitas prosedural sistem politik dan hukum hanya akan menghasilkan solidaritas yang prosedural pula, yang bebas muatan intimitas yang biasanya tercipta berkat loyalitas pada seperangkat nilai maupun ingatan historis.

Review dari Jurnal 
 Hendrikus T. Gedeona. 2008. STIA LAN Bandung : Jurnal Ilmu Administrasi Vol. 5 No. 1

Teori Feminisme & Jenisnya


Teori feminis melihat dunia dari sudut pandang perempuan. Teori feminis adalah sistem gagasan umum dengan cakupan luas tentang kehidupan sosial dan pengalaman manusia yang berkembang dari perspektif yang berpusat pada perempuan.
Dalam perjalanan sejarahnya, teori feminis secara konstan bersikap kritis terhadap tatanan sosial yang ada dan memusatkan perhatiannya pada variabel-variabel sosiologi esensial seperti ketimpangan sosial, perubahan sosial, kekuasaan, institusi politik, keluarga, pendidikan, dan lain-lain.
Teori feminis dipandu oleh empat pertanyaan dasar, yaitu 1) Bagaimana dengan para perempuan? 2) Mengapa situasi perempuan seperti ini? 3) Bagaimana dapat mengubah dan memperbaiki dunia sosial ini? dan 4) Bagaimana dengan perbedaan antarperempuan?
Teori feminis berpusat pada tiga hal. Pertama ‘objek’ penelitian utamanya, pijakan awal dari seluruh penelitiannya, adalah situasi (atau situasi-situasi) dan pengalaman perempuan di dalam masyarakat. Kedua, teori ini memperlakukan perempuan sebagai ‘subjek’ sentral dalam proses penelitiannya. Ketiga teori feminisme bersikap kritis dan aktif terhadap perempuan, berusaha membangun dunia yang lebih baik bagi perempuan dan dengan demikian juga bagi umat manusia.

Jenis Teori Feminisme
a.       Feminisme Kultural
Feminisme kultural memusatkan perhatian pada eksplorasi nilai-nilai yang dianut perempuan yaitu bagaimana mereka berbeda dari laki-laki. Feminisme kultural menyatakan bahwa proses berada dan mengetahui perempuan bisa jadi merupakan sumber kekuatan yang lebih sehat bagi diproduksinya masyarakat adil daripada preferensi tradisional pada budaya androsentris bagi cara mengetahui dan cara mengada laki-laki.
b.      Feminisme Liberal
Feminisme liberal berpendapat perempuan dapat mengklaim kesetaraan dengan laki-laki berdasarkan kemampuan hakiki manusia untuk menjadi agen moral yang menggunakan akalnya, bahwa ketimpangan gender adalah akibat dari pola pembagian kerja yang seksis dan patriakal dan bahwa kesetaraan gender dapat dihasilkan dengan mentransformasikan pembagian kerja melalui pemolaan ulang institusi-institusi kunci hukum, kerja, keluarga, pendidikan dan media.
c.       Feminisme Radikal
Feminisme Radikal didasarkan pada keyakinan sentral (1) bahwa perempuan memiliki nilai mutlak positif sebagai perempuan, keyakinan yang berlawanan dengan apa yang mereka klaim sebagai perendahan secara universal terhadap perempuan (2) perempuan dimanapun berada selalu tertindas secara kejam oleh patriarki.
d.      Teori Psikoanalitis Feminis
Teori ini menjelaskan penindasan perempuan berdasarkan deskripsi psikoanalitis dorongan psikis laki-laki menggunakan kekerasan untuk memaksa perempuan tunduk.
e.       Feminisme Sosialis
Proyek teoritis feminisme sosialis mengembangkan tiga tujuan (1) untuk melakukan kritik atas penindasan berbeda namun saling terkait yang dilakukan oleh patriarki dan kapitalisme dari sudut pandang pengalaman perempuan (2) mengembangkan metode yang eksplisit dan tepat untuk melakukan analisis sosial dari pemahaman yang luas tentang materialisme historis (3) memasukkan pemahaman tentang signifikasi gagasan ke dalam analisis materialis tentang determinasi kehidupan manusia. Feminisme sosialis telah menetapkan proyek formal yaitu mencapai sintesis dan langkah teoritis di luar teori feminis.
f.       Teori Interseksionalitas
Teori ini diawali dari pemahaman bahwa perempuan mengalami penindasan dalam berbagai konfigurasi dan dalam berbagai tingkat intensitas. Penjelasan utama dari teori interseksionalitas adalah semua perempuan secara potensial mengalami penindasan berdasarkan gender, perempuan secara berbeda tertindas oleh beragam interaksi tatanan ketimpangan sosial.

Sumber :
George Ritzer dan Douglas Goodman. 2011. Teori Sosiologi. Bantul : Kreasi Wacana
 

Blogger news

Blogroll

About